Merawang, 17 September 2017
An Unforgettable
Trip to Merawang
Pagi buta kala itu, kami sekeluarga telah
disibukkan dengan persiapan ke Merawang, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng,
Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Di sanalah kami mengantar
suamiku untuk bertugas sebagai guru IPS di SMPN 3 Boleng.
Seusai makan pagi dengan lauk ayam goreng dan sayur
tumis terung yang begitu nikmat, kami pun bersiap-siap. Rombongan kami yakni
saya, anak saya (Al), suami saya (Pak Abu), Ibu mertua saya, keponakan saya
(Arib), Dayat, Alvian, dan Paman Masto bergegas naik ke mobil carry yang
dikemudikan oleh saudara kami, Tarat (Bapak Nisa). Saya, ibu mertua, dan Al duduk
di samping supir, sementara yang lain duduk di belakang dengan kondisi mobil
carry tanpa payon (alas atas) sehingga terasa sangat panas jika duduk di
belakang. Yups... Semua barang bawaan mulai dari perkakas dapur, kasur dan tetek
mbengeknya telah diangkut ke mobil. Sementara itu, saudara kami (Bapak Arib dan
Mama Arib) naik motor Honda. Bismillah. Sekitar pukul sembilan lewat dengan
hawa yang cukup panas, kami pun bersama-sama berangkat dari Watu Lendo-Lembor
menuju Merawang. Let’s go!!!
Jug gijak gijuk gijak gijuk..... mobil carry pun
berangkat!!!
Jalan Lembor-Nggorang beraspal bagus namun berkelok
letter “S” sehingga ada rasa mual meskipun saya sudah minum antimo sebelum
berangkat tadi. Alhasil, meskipun ditahan-tahan dengan susah payah, saya pun
mabok darat. Kami pun berhenti sejenak untuk beristirahat. Kami juga sempat
membeli pisang susu di pinggir jalan untuk cuci mulut sehabis mabok darat.
Pisangnya enak dan manis. Saya suka-saya suka. Tiba di pertigaan Nggorang, kami
pun singgah di rumah saudara kami, Pak Sumar (Bapak Aulia) untuk merilekskan
otot dan badan. Kami pun disuguhkan dengan segelas air teh hangat dan pisang
rebus yang dibawa oleh Ibu Ila dari Labuan Bajo. Enak, mantap, dan sip untuk
menambah tenaga. Badan terasa fit kembali. Mama Azka, Azka, Aulia, dan juga Ibu
Ila pun ikut ke Merawang. Kami pun memasang jarik (sewek) sebagai payon untuk
mereka yang duduk di belakang.
Perjalanan pun dilanjutkan kembali.
Nggorang-Merawang siap menanti. Let’s go!!! Bismillah. Semoga jalannya bagus
dan kami semua tiba di Merawang dengan selamat. AAmiin.
Sekitar pukul 11.56 WITA, kami start dari cabang Nggorang
dan tiba di cabang Rareng setengah jam kemudian. Jalannya lumayan bagus
walaupun setengah beraspal, berbatu, dan berpasir. Di cabang Rareng, ada sebuah
kios di sebelah kiri jalan. Kami pun belok kiri. Dari cabang Rareng, kami bisa
melihat hamparan sawah dan nyiur melambai kampung Merawang yang ada di bawah.
Rupanya jalan ke sana cukup terjal. Jalan berbatu ditambah koral dan pasir di
sebelah kanan dan kiri jalan untuk persiapan perbaikan jalan, menjadikan jalan
semakin sempit. Mobil carry pun berjalan pelan-pelan. Alhamdulillah, jalan
terjal pun terlewati, dan berganti jalan berdebu dan bertanah merah. Di sebelah
kanan jalan dibangun jembatan-jembatan kecil (baca:deker dalam bahasa manggarai). Rupanya di sini sedang ada
proyek pembangunan jalan aspal. Buktinya terdapat mobil eksa, buldoser dan
kawan-kawan.
Alhamdulillah. Segala puji syukur hanyalah bagi
Allah, Tuhan Semesta Alam.
Pukul 12.15 WITA, rombongan kami tiba di rumah
Kepala SMPN 3 Boleng di Merawang. Kami pun dengan semangat yang membara segera
turu dari mobil carry dan menuju beranda rumah kepala sekolah, di bale-bale
(baca: bangku duduk tanpa sandaran) di bawah pohon cokelat yang sejuk. Kepala
sekolah dan keluarganya menyambut kami dengan ramah. Kami pun disuguhkan dengan
segelas kopi dan teh untuk melepas dahaga. kami juga disuguhkan jambu mente
untuk dirujak untuk cuci mulut akibat mabok darat. Usai minum air panas, kami
pun makan siang di ruang tamu kepala sekolah. Sebakul nasi dan ayam goreng yang
kami bawa dari rumah juga kami hidangkan bersama dengan hidangan makan siang
dari kepala sekolah. Hmmz Yummy...mamamia lezatos.
Seusai makan siang, kami pun menyurvey tempat
tinggal suamiku. Jaraknya cukup dekat dengan rumah kepala sekolah dan juga
dekat dengan perkampungan warga. Rumah berdinding papan dan bamboo beratapkan
seng dan juga masih ada dinding rumah yang perlu perbaikan. Tuan rumah pun
ramah dan welcome dengan kami. Mereka segera membersihkan rumah dan memperbaiki
dinding yang lubang. barang-barang suamiku pun segera diturunkan dari mobil
carry untuk ditaruh di rumah tinggal tersebut. Rumahnya cukup l;uas kira-kira
ukuran 5x6m, cukuplah untuk tinggal suamiku dengan Pak Shelo, teman guru bahasa
Inggris dari To’do. Usai survey rumah tinggal, kami pun kembali ke rumah kepala
sekolah dengan berjalan kaki. Kami pun kembali disuguhkan dengan segelas kopi
dan teh. Mentari hampir tenggelam. Sekitar pukul 16.30 WITA, kami pun
berpamitan kepada kepala sekolah. Hati-hati suamiku sayang. Jaga dirimu
baik-baik, jangan lupa shalat. I love you.
Sebenarnya air mata ini mau keluar, tapi aku
berusaha menahannya. Aku berusaha tegar. Aku tetap duduk di samping sopir
bersama Ibuk mertua dan Al. Bapak Nisa (sopir kami) ingin mencoba jalan baru
dari Merawang menuju Labuan Bajo lewat jalan pantura (pantai utara). Jalannya
berbatu dan susah dilalui oleh mobil carry kami. Mobil carry pun lagi-lagi
berjalan sangat lambat bak keong. Di sebelah kanan dan kiri jalan kami jumpai
mobil eksa dan buldoser untuk proyek pembangunan jalan aspal. Andaikata proyek
jalan aspal ini sudah selesai, pasti jarak Merawang-Labuan Bajo akan terasa
lebih dekat. Kami melewati perkampungan, gunung, pantai, dan rawa-rawa. Jam
tangan menunjukkan pukul 17.30. Namun, suasana sudah mulai gelap. Mungkin ini
efek karena kami berada di sela-sela gunung yang menjulang tinggi. Alhasil,
mobil carry pun tidak cukup kuat untuk naik gunung dengan kondisi tanah
berpasir. Kami pun segera turun dari mobil dan berjalan kaki neik gunung. Dengan
napas yang ngos-ngosan kami pun berjalan sampai ke puncak sambil menggendong
anak. Kuattttt. Kita pasti bisa. Yeaah. Alhamdulillah, kami berhasil sampai
puncak. Kami pun menunggu mobil carry di atas. Kami lihat bahwa mobil carry
sedang berusaha naik gunung, dan yeaaah... berhasilll. Cuzzzz.. kami semua pun langsung bergegas naik ke
mobil carry. Kami semua naik mobil carry kecuali Paman Masto yang mengendarai
motornya Bapak Arib.
Usai jalan berpasir, kami pun melewati jalan
beraspal. Aku pikir jelan aspal terus sampai ke Labuan, ternyata tidak. Mungkin
jalan aspalnya hanya satu kilometer saja. Kami pun kembali melewati jalan
berbatu. Gerah rasanya berada di mobil carry seperti mau hawa mau turun hujan. Rasanya
pingin cepat-cepat sampai di Labuan Bajo. Tak terasa, kami tiba-tiba sampai di
Lancang dan belok ke SMA Negeri 1 Komodo. Yeahhhh.... kami sampai juga di
Labuan. Kami bermalam di rumah Ibu Ila di kompleks SMA Negeri 1 Komodo. capek
rasanya, pusing, mual, mabok darat semuaa bercampur jadi satu. Keesokan harinya
sekitar pukul 05.30 pagi, kami pulang ke Lembor. Perjalanan ini sungguh
fantastik dan tak mungkin bisa untuk dilupakan.
Merawang, 17
September 2017
Penulis
Santi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar