Spesial ditujukan untuk:
Kak
Abu Tersayang
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh...
Teruntuk pujaan hatiku dan belawan jiwaku yang
teramat aku sayangi dan cintai. Engkau jauh di mata namun dekat di hatiku. Entah
di belahan bumi mana tempat kau menginjakkan kakimu kini aku tetap mencintaimu
dengan setulus hati. Surat ini aku tuliskan khusus untukmu sayang. Di suatu
siang yang panas seusai menunaikan sholat Dhuhur, aku memulai menulis surat ini
di leptop kecilku. Selamat membaca surat ini Kak Abu sayang.
Inilah skenario kisah cinta kita yang telah Allah
lukiskan pada kanvas sucinya.
Di suatu malam yang hening, aku masih terjaga. Entah
apa yang sedang aku pikirkan. Malam itu, 17 Maret 2015, aku iseng membuka akun facebook
kakak. Tak sengaja, aku teringat bahwa kakak pernah bercerita tentang kisah cinta kita yang berawal dari kata “amin”
ku pada sebuah status yang kakak buat untuk mengenang Pak Rukin Firda, seorang
wartawan Jawa Pos yang telah berpulang ke rahmatullah. Beliau juga menjadi seorang
guru literasi di kampus PPG Unesa Lidah Wetan, Surabaya kala itu.
Rasa ingin tahuku
yang semakin membuncah tentang status itu membuatku tak merasa lelah
walau harus bongkar-bongkar status kakak tahun lalu. Seingatku, status itu
ditulis sekitar awal PPL. Status demi status kubaca dengan teliti, namun tak
kunjung aku temukan status yang kakak maksud itu. Maksud hati sudah lelah,
tetapi hati ini tidak ingin menyerah demi menemukan status yang kuanggap
penting itu dan Alhamdulillah, akhirnya aku menemukannya. Kubaca dengan teliti
status yang kakak buat di facebook itu dalam sebuah catatan baru yang berjudul
“Kenang-kenangan” Pak Rukin Firda untuk rekan-rekan PPG Unesa. Aku sangat terharu,
sempat sesak dadaku dengan status itu. Tersadar olehku bahwa status itu sudah
kian lama kakak tulis. Ya status itu, 3 Agustus 2014 pukul 2.58 dini hari dan
disukai oleh 15 orang termasuk aku. Dan satu hal yang teramat sangat istimewa
yaitu sebuah komentar satu-satunya yang berbunyi” “amiiin ya Robbal Alamiin.”
Tak lain dan tak bukan komentar itu berasal dari akun facebookku sendiri, ialah
Okiname Shantyshardy. Sebuah komentar yang menurul ayalku hanya biasa saja,
akan tetapi bagi kakak komentar itu teramat sangat istimewa. Aminku
menggetarkan hatimu, Aminku bak panah asmara yang menusuk relung hatimu,
perlahan tapi pasti dan kaupun tergetar untuk mencari siapa sosok Okiname
Shantyshardy.
Tak pelak, getaran hatimu itu memunculkan keberanian
yang menggelora untuk segera mencari tahu tentangku dari seorang sahabat yang
engkau percaya. Ialah Bang Karlo, seseorang yang kau anggap tepat dan
terpercaya untuk memberitahukan siapa aku. Dan kaupun benar, ia teman
se-prodiku, dan pasti dia mengetahui semua tentang aku. Hari demi hari tak kau
lewatkan begitu saja tanpa mengamatiku, dank au dapati aku sebagai seorang
gadis yang sholehah. Kaupun sering bertemu denganku untuk sholat berjamaah di
masjid Unesa.
Tetapi, entah mengapa bayangan tentang sosok aku
tiba-tiba hilang dari anganmu. Hingga suatu saat Allah pun menunjukkan
mukjizatnya. Kala itu, engkau minta pin bb ku dari seorang temanmu yang bernama
Kak Polce. Ialah Kak Polce guru voliku saat masih workshop, dan aku semakin
akrab dengannya setelah berpetualang ke Bromo kala November 2014. Berawal dari
pin bb, hubungan pertemanan kita semakin
akrab. Aku semakin nyaman berteman denganmu, Albert Einstein.
Hari demi hari berlalu terlampau cepat bagaikan
goyangan api yang melahap habis kayu bakar tanpa sisa. Secepat itukah kita akan
meninggalkan kampus Unesa Lidah Wetan tempat kita bertemu dulu. Ialah satu
purnama lagi aku akan mengantarkanmu ke bandara Juanda. Rasanya baru kemarin
aku mengenalmu dan sebantar lagi kau akan meninggalkanku terlampau jauh untuk
berjumpa sua dengan keluargamu di sana. Dan Kamis itu (29 Januari 2015) tepat
dua hari sebelum Ujian Tulis Nasional dilaksanakan, kau berada di Makam Sunan
Ampel seraya berdoa bersama teman-temanmu. Doa penuh harap, dan aku pun menitip
untaian doa padamu agar kita semua lulus UTN. Namun, ada satu hal yang engkau
khawatirkan, engkau belum menyiapkan jas almamater untuk UTN. Engkau minta tolong
kepadaku untuk meminjamkannya karena jas almamatermu sudah kau bawa pulang kala
itu. Tanpa pikir panjang, aku segera meminjamkannya, dan Alhamdulillah aku
mendapatkannya dari mahasiswa regular S1 samping kamar asramaku. Saat UTN, kaupun
mngenakannya dengan gagah. Aku melihatmu dari jauh, aku tak berani berjabat
tangan denganmu kak. Kebetulan lokasi UTN prodi kita sama yaitu di Kampus Unesa
Ketintang. Dalam hatiku aku berdoa semoga kita semua lulus UTN, amiin.
Detik-detik pengumuman kelulusan UTN pun tiba.
Suasana mencekang, menegangkan, dan mengharukan mewarnai penantian itu. Ialah
hari Selasa, 3 Februari 2015 hasil UTN resmi diumumkan. Namun sayang, masih ada
30 peserta yang belum lulus. Aku tak menyangka, kakak juga termasuk 30 peserta
itu. Saat itu aku hendak mengambil jas
almamater yang kakak pinjam. Aku bertemu denganmu di lantai dasar Asput Unesa
saat kakak tengah belajar bersama teman-teman Geografi. Kita sempat berbincang
sebentar, akan tetapi aku takut mengganggumu yang tengah sibuk belajar, dan aku
pun berpamitan kembali ke kamarku.
Keesokan harinya, aku memutuskan untuk pulang ke
Jombang karena ingin mengurus Kartu Keluarga milikku yang masih salah sekalian
membuat KTP untuk adikku. Hari Jumat, aku kembali ke asrama karena esok
harinya, Sabtu 7 Februari 2015 UTN ulang dilaksanakan. Saat UTN ulang, aku juga
bertemu denganmu. Aku bersalaman dan memberi semangat kepadamu. Namun, aku
masih belum sadar kalau kakak menyimpan rasa itu sendiri tanpa ingin
memberitahuku kala itu. Mungkin engkau khawatir jika aku tidak akan membalas
rasa itu. Pandanganmu begitu tajam padaku, dan aku tak sanggup mengukur kedalam
rasa itu walau dengan alat canggih sekalipun. Namun, aku berusaha menepis rasa
itu dengan sikap cuek dan seakan tak mau tahu. Betapa tak sadarnya diriku akan
datangnya cinta yang jelas-jelas di depan mataku. Tak sadarkah aku dengan
seseorang yang teramat mencintaiku datang untuk memberikan cintanya hanya
untukku seorang. Allah, ampunilah hambamu yang masih tak sadar ini. Ampunilah
hambamu yang masih mengejar sesuatu yang mungkin dan mengabaikan sesuatu yang
pasti dan jelas ada di depan mata. Astahgfirullahal adzim. Seusai menunggu
teman-teman yang UTN ulang, aku pun memutuskan untuk pulang ke Jombang selama
seminggu. Dan aku kembali ke asrama di hari Jumat, 13 Februari 2015 karena
keesokan harinya mbak Yunik dan mbak Dwi menghadapi UTN ulang II.
Sehari usai UTN ulang II dilaksanakan, ialah hari Minggu, aku pun
berangkat ke Malang bersama mbak Yunik dan Mbak Anti untuk bertemu dengan
teman-teman Jogja (UNY) di hotel Wonderland, Batu. Aku mulai merasakan ada
sesuatu yang berbeda dengan kakak. Malam itu, kakak pasang dp ‘tipe-tipe jilbab
syar’i. Ada lima tipe jilbab syar’i. Aku
yang notabene suka tebar pesona, sok kenal, sok dekat, dan ingin diperhatikan
pun segera tanya ke kakak. Kakak, kalau aku tipe jilbab yang nomer berapa kak?”
“Kalau ndak nomer 1 ya nomer 4 mbak.” Dan anehnya, ketika aku tanya lagi, kalau
mbak Yunik tipe jilbab nomer berapa kak?” tanyaku penasaran. “Tidak tahu mbak.”
Dari situ, aku merasa terjadi sesuatu dengan kakak. Tapi, aku mencoba menepis
rasa itu lagi karena dugaanku ini belum tentu benar. Dan aku pun cuek saja. Sebenarnya,
itu salah satu indikator bahwa kakak ada rasa sama aku, tapi akunya yang lola
(loading lambat).
Senin sore sekitar pukul 16.00, aku bersama mbak
Yunik dan mbak Yenny sampai di asrama. Malam harinya terdengar kabar baik bahwa
mereka berdua sudah lulus. Alhamdulillah. Aku seneng banget, dua sahabat baikku
sudah lulus UTN. Dan hari selasa sore menjadi saksi kencan pertama kita. Sebenarnya
itu bukan kencan, itu hanya makan bakso bareng saja. Sebenarnya rencana kakak
ingin mengajakku ke bakso kembang kesukaan kakak, akan tetapi selasa sore itu
hujan lebat mengguyur Surabaya yang semula cerah merona sontak berubah menjadi
dingin sedingin salju di kutub utara. Alhasil, kita baru mencari bakso setelah sholat Isyak berjamaah
di masjid Unesa. Mungkin sekitar jam 20.00, aku berdandan cantik mengenakan
celana jeans biru, kaos merah, rompi biru dan juga kerudung kuning. Tak lupa
minyak wangi aku semprotkan banyak-banyak. Aku mengeluarkan motorku dan
menghampiri kakak di depan asrama putra. Sayangnya, lampu motorku tiba-tiba
mati dan kita hampir jatuh saat kakak memboncengku di samping asrama putra. Dan aku merasa bahwa kakak grogi ketika
bonceng aku saat itu. Motor pun dimatikan. Dengan langkah seribu, kakak
,menaruh motorku di asrama putra dan meminjam motor vario hitam milik mas
Anton. Dan kita pun pergi cari bakso. Ialah bakso palapa di Lidah Kulon karena
bakso kembang sudah tutup. Tak apalah, bagiku sama saja bakso di manapun. Di
sana, kakak banyak bercerita dan aku banyak mendengar. Sepertinya obrolan kakak
teramat serius. Tapi sayangnya, musik dari sound system teramat keras sehingga
aku merasa tidak terlalu nyaman di sana. Satu hal yang aku simpulkan dari
obrolan itu bahwasanya kakak teramat memperhatikan aku dengan tatapan tajam
setajam mata panah, dan aku tak bisa berkedip sedetikpun dari pandangan kakak.
Sepulang dari bakso Palapa, kakak juga mengajakku ke Taman Bungkul. Tapi
sayangnya keesokan harinya aku harus pulang untuk mengurus Kartu Keluarga yang
masih terbengkalai dan belum selesai juga. Maafin aku ya kak...
Rabu itu, aku pulang sambil membawa barang-barang
dan naik motor. Sepanjang perjalanan menuju rumah, pikiranku penuh akan bayang-bayangmu.
Entah mengapa? Aku bertanya-tanya dalam hati. Terbayang olehku bahwa kakak
menyimpan rasa cinta untukku. Aku serasa tak siap menerima angin surga darimu.
Seminggu di rumah pikiranku kacau. Aku khawatir kalau kakak benar-benar suka
sama aku karena virus tebar pesonaku yang teramat menancap di benak kakak.
Virus itu mungkin sangat susah untuk dimusnahkan kecuali dengan adanya
pertemuan. Aku semakin merasa bersalah karena virus yang aku ciptakan sendiri
itu. Ampuni aku ya Allah. Seminggu kemudian, selasa 24 Februari 2015 aku
kembali ke Surabaya. Dan Malam harinya, Bang Karlo menemui aku di asrama putri .
Dia menyampaikan isi hati kakak. Di situ aku merasa sangat bimbang, aku sadar
bahwa apa yang aku rasakan itu benar. Kakak suka sama aku. Kakak juga mengirim wa
ke aku. Akan tetapi, aku tak sanggup untuk membalasnya. Aku takut salah. Aku
takut menyakiti hatimu dikala cinta itu belum datang padaku. Aku tidak ingin
memberi harapan palsu padamu. Saat itu, aku masih dekat dengan Bli Perak dan
Mas Tio. Ialah mas Tio, temanku SMP SMA yang setia mendengarkan curhatku
walaupun dia jarang telpon. Dia anak pelayaran dan bekerja di Perak.
Hatiku semakin tak karuan, tercengang, ingin kabur
dari kenyataan. Aku serasa tak siap menghadapi kondisi ini. Aku harus bagaimana
Tuhan? Malam itu, aku sempatkan untuk sholat Istiqoroh meminta petunjuk pada
Sang Ilahi. Dan aku tak bisa tidur sampai subuh tiba. Aku memikirkan jarak
Manggarai-Jombang yang terlampau jauh menurutku. Dan aku tak akan sanggup jauh
dari orang tua, ia aku anak manja yang masih suka bergantung pada orang tuaku.
Dan Rabu, sepulang gladi bersih yudisium PPG, entah mengapa kita bertemu lagi.
Aku melihatmu menuju PPG dengan baju biru dongker yang kau kenakan seraya
berucap,” mbak, sms saya kok tidak dibalas?” dan aku hanya bisa menjawab,”
hehe... ntar ya kak, aku masih belum sempat buka hape, ntar pasti aku balas
kak, ok.” (dengan sikap menunduk dan tak berani menatap wajah kakak yang terlalu
baik itu). Aku tak sanggup menyakitimu. Aku tak tahu harus menjawab apa. Seakan
cinta ini datangnya terlalu mendadak. Aku tak siap dengan semua ini. Tuhan,
berikanlah petunjuk pada hambamu yang sedang galau iniL
Kamis itu, ialah kamis yang istimewa. 26 Februari 2015
menjadi saksi yudisium peserta PPG Unesa di lantai 9 Gedung P3G Unesa. Acara
demi acara berjalan lancar. Istimewanya, namaku menjadi salah satu mahasiswa
terbaik dari prodi bahasa Inggris. Aku sangat senang. Selesai acara, aku
foto-foto. Kala itu, sebenarnya aku tak berani untuk mengajak foto dengan
kakak, begitu juga sebaliknya. Aku masih tak berani memandang wajah kakak.
Walau terkesan bahagia di luar, tapi aku merasa sedih, aku takut menyakiti
hatimu. Siang hari itu, kita juga bertemu di depan gedung PPG, kala itu aku
ingin mengambil legalisir sertifikat. Aku dan mbak Yunik bersalaman dengan
kakak. Akan tetapi, aku masih tidak sanggup menatap wajahmu, aku dihinggapi
rasa bersalah, otakku dipenuhi oleh tagihan jawaban yang belum juga aku berikan
atas pertanyaan isi hatimu itu. Aku galau.
Dan kamis malam itu, adalah malam terakhir kakak di
asrama, karena esok harinya kakak akan pulang ke kampung halaman. Malam itu aku
sengaja kabur dari kenyataan, aku menyibukkan diri dengan mengantar Kak Mely ke
optik, minum kopi di danau dan singgah di rumah kayu depan asrama putra. Aku
tak menyangka, aku bertemu dengan kakak yang lagi naik sepeda motor entah kakak
mau kemana. Kakak berhenti sejenak sekedar tanya kabarku. Setelah itu, aku
ketemu Kak Polce dan Kak Fred untuk sekedar perpisahan sebelum mereka pulang.
Aku dan kak Mely pun kembali ke asrama. Aku sempat telfon sebantar dengan Mas
Tio, temanku dan ingin sambung lagi sebentar. Namun, kenyataan berbicara lain.
Setelah memindahkan foto ke flasdisknya Kak Mely, aku hendak mengembalikan
flasdisk di kamarnya, akan tetapi dia tak berada di kamar. Salah seorang
temanku bilang kalau Kak Mely ada di lantai 1. Aku pun segera turun tanpa
membawa hape satupun. Aku meninggalkan hapeku di kamar. Kagetnya, ketika aku
turun, aku bertemu dengan kakak. Kakak membawa sepeda motor dan sepertinya
tengah menunggu seseorang. Aku cuek saja setelah memberikan flasdisk ke Kak
Mely, aku ingin nonton TV di pos satpam. Tetapi, Kak Mely bilang kalau Kakak
ingin bertemu aku. Dan kita jalan. Kita ke danau untuk sekedar ngopi bareng.
Kakak ingin berbicara sesuatu yang serius di sana, tapi sayang saat “milonya” disajikan,
hujan deras turun. Dan kita terpaksa pulang. Kita singgah di rumah kayu depan
asrama putra.
Di situ, kakak menyampaikan isi hati kakak. Kakak
serius cinta sama aku dan ingin menikah denganku. Kakak pun sanggup untuk
menungguku 2, 3, tahun lagi. Kakak berusaha meyakinkanku bahwa di Manggarai
banyak orang jawa. Dan aku pun tak perlu takut. Akan tetapi, aku serasa tak
sanggup dengan hal ini. Kutundukkan wajahku, tak anggup aku melihat wajahmu.
Aku takut jatuh cinta padamu. Aku belum siap dengan segala konsekuensi jika aku
memilihmu menjadi pendamping hidupku. Aku belum sanggup memberikan jawaban itu.
Aku bilang kalau aku sudah punya pacar namanya Mas
Tio, dan dia bekerja di Perak. Padahal dia cuma temanku dan kami juga belum ada
komitmen. Astahgfirullahal adzim. Maafkan aku kak. Aku hanya tak ingin
memberikan harapan palsu, kalaupun aku cinta sementara orang tuaku tidak
setuju, ini akan sangat menyakitkan hatiku. Aku belum mampu bercerita apapun
kepada mereka. Aku menyimpannya sendiri. Jam 23.00, kau mengantarkanku pulang
ke depan asrama putri. Dan kau berharap bahwa besok pagi aku bisa ikut
mengantakanmu ke bandara Juanda dengan boncengan mas Didin. Saat itu kepalaku
pusing berat dan badanku panas tapi aku berusaha untuk bersikap baik-baik saja.
Aku packing barang-barangku ke koper. Aku capek dan baru bisa tidur jam 01.00 dini
hari di kamar mbak Dwi, karena sebelumnya aku sudah janji akan tidur di situ,
dia sendiri. Aku juga berusaha menyalakan alarm hapeku pukul 03.00 pagi. Dan
Kakak membangunkanku setengah jam kemudian. Itu kali pertama kakak telpon aku.
Masih teringat olehku, telpon pertama yang mengesankan itu. Kakak berusaha
membangunkanku. Aku segera siap-siap ke lantai bawah. Aku bertemu mbak Mifta
yang juga mau ke bandra. Aku berangkat ke asrama putra bersama mbak Mifta. Kita
bertemu di situ, kita berangkat berlima dengan tiga motor dan segera berangkat
menuju bandara. Dingin tak tertahankan, aku dengan jaket unguku tak mampu
menahan angin yang terlampu kencang berhembus menusuk tulangku ini. Semua ini
kulakukan demi mengantar kakak ke
bandara. Aku juga belum sempat sarapan.
Di bandara itu adalah 27 Februari 2015. Aku masih
tak sanggup menatap wajah kakak. Semakin aku menjauh, rasa itu semakin muncul.
Tatapanmu bagai busur panah yang menembus jantungku, walau aku sudah pakai
tameng besi, panah itu masih menembus jantungku. Hingga benih-benih cinta mulai
muncul. Saat pulang dari bandara, pikiranku masih saja dipenuhi oleh rasa itu. Tiba
di asrama, badanku sangat lemas dan pusing karena sedang halangan dan belum
sempat sarapan. Kusempatkan makan walaupun hanya sesuap nasi dan aku pun
terkapar di dipan kamarku. Tiga jam kemudian, aku baru bangun. Ialah jam 12.00,
aku makan siang kemudian tidur lagi.Keesokan harinya aku baru check out dari
asrama. Tepat pukul 09.00, hari Sabtu, 28 Februari 2015. Aku bergegas ke
Mojokerto untuk menghadiri pernikahan Miss Ine. Dengan motor shogun merahku,
aku pun pulang sambil membawa dua tas jinjing, satu tas ransel dan beberapa tas kresek di samping kanan kiri motorku.
Perlahan tapi pasti aku membawa motorku ke Mojokerto bersama mbak Ninik, kita
naik motor sendiri-sendiri sambil membawa barang masing-masing. Lelah, capek, bercampur
jadi satu. Alhamdulillah aku sampai di Mojokerto dengan selamat. Aku menghadiri
pesta pernikahan Miss Ine. Sorenya mengantar Mbak Yunik ke Terminal Kertajaya
Mojokerto karena mbak Yunik mau ke Nganjuk. Dan aku pulang bersama mbak Ninik
jam 18.00 malam dari Mojokerto. Alhamdulillah jam 19.30 aku sampai di rumah
dengan selamat.
Beberapa hari di rumah, aku tak merasa tenang. Aku
tak tau harus bercerita pada siapa tentang isi hatiku yang semakin membuncah
ini. Ibarat gunung yang mau meletus. Dan hari Rabu, 4 Maret 2015, aku
memutuskan untuk mengunjungi mbak Yunik di Nganjuk dan pulang di hari Jumat.
Sedikit terasa lega aku berjumpa dan bercerita pada mbak Yunik tentang apa yang
kurasa ini. Namun ketika pulang, rasa ini muncul lagi. Di hari Minggunya, aku
ada acara ruwatan di rumah (sebuah acara adat jawa). Sore harinya, aku
bercerita pada Ibu tentang teman laki-laki yang dekat denganku kala PPG, dan
aku menceritakan tentangmu. Respon orang tuaku berbeda seratus delapan puluh
derajat dengan apa yang aku bayangkan. Tanggapan mereka positif. Inikah rencana
indah Allah, tanyaku dalam hati kecilku sambil tersenyum malu. Aku pun sering
wa-an denganmu bahkan juga telpon. Dan kaupun semakin meyakinkanku bahwa kau
benar-benar mencintaiku dan ingin menikah denganku. Malam itu, malam yang
bersejarah bagiku, dan bagimu. Ialah Rabu, 11 Maret 2015 bak supersemar. Engkau
dengan berani menyatakan maksud baikmu itu kepada keluargaku, yang diwakili
oleh Pakdheku sebagai juru bicara keluargaku. Aku terharu dengan keberanianmu
itu. Dan sejak saat itu aku semakin yakin bahwa engkaulah jodoh yang Allah
kirimkan untukku. Engkaulah jawaban dari setiap doaku pada setiap sholatku.
Allah menjawab doaku dan doamu kala kita sering sholat berjamaah di masjid
Unesa. Dan aku tanpa ragu memasang depe bbm dengan foto kita saat di bandara
dengan status baru “dan Kamulah Takdirku.” Aku takkan pernah peduli apa
pandangan orang lain tentangku. Insya Allah, aku yakin dengan pilihanku ini,
dan aku memilihmu menjadi calon imamku sayang. Aku mencintaimu karena Allah.
Dari depe bbmku, kau pun memasang depe yang sama di
bbmmu. Hingga depeku tersebar di grup wa ppg unesa angkatan kedua, wa kelas
bahasa inggris, juga wa suara cinta terbaru. Aku tak peduli tentang hal itu.
Inilah keputusanku dan aku harus siap dengan segala konsekuensi seperti itu. Beberapa
hari setelah malam bersejarah itu, engkau
pun disibukkan dengan verval data ke Labuan Bajo. Aku selalu mendoakanmu sayang
semoga segala urusanmu dimudahkan oleh Allah. Dan apa yang kau janjikan untuk
menelpon keluargaku telah tiba. Malam bersejarah kedua. Ialah Selasa, 17 Maret
2015. Seusai mengajar les anak-anak. Aku pun menghubungimu seraya memberi kabar
kalau aku sudah free. Aku sholat Isyak sejenak. Setelah itu, engkau menelpon
keluargaku melalui ayahmu dan di pihak keluargaku ada Pakdheku, ayah dan Ibuku.
Aku pun juga berbicara dengan ayahmu. Nerves, deg-degan, dan speechless hampir
aku tak tau harus berbicara apa. Hanyalah satu kata yang pasti
kuucapkan”Alhamdulillah, terima kasih ya Allah Engkau telah mempertemukan aku
dengan pria yang sholeh dan mencintaiku apa adanya.” Aku mencintamu Kak Abu
sayang. Dan kabar yang paling istimewa adalah Engkau dan keluargamu akan
melamarku ke Jawa pada bulan Mei 2015. Insya Allah sayang, Allah akan
memudahkan segala urusan kita. Amiiin. Sekian dulu surat dariku.
Aku menunggu kedatanganmu dan keluargamu di Jawa
sayang. Semoga Allah senantiasa melindungiku dan keluargaku, memanjangkan umurku
dan keluargaku, , melindungimu dan keluargamu, memanjangkan umurmu dan
keluargamu, melancarkan rejeki kita, dan menjadikan kita berjodoh. Amiiin Ya
Robbal Alamin. Sampaikan salamkku kepada keluargamu tercinta di Manggarai
Barat. Aku sangat mencintai dan merindukanmu.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Jombang,
23 Maret 2015
Santi,
S.Pd., Gr.
Dikirim di warnet Bonnet, Kabuh-Jombang at 19.00 WIB hari Senin, 23 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar