Senin, 23 Maret 2015

“Aminku Menggetarkan Hatimu menuju Hatiku”



Spesial ditujukan untuk:
Kak Abu Tersayang


Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh...

Teruntuk pujaan hatiku dan belawan jiwaku yang teramat aku sayangi dan cintai. Engkau jauh di mata namun dekat di hatiku. Entah di belahan bumi mana tempat kau menginjakkan kakimu kini aku tetap mencintaimu dengan setulus hati. Surat ini aku tuliskan khusus untukmu sayang. Di suatu siang yang panas seusai menunaikan sholat Dhuhur, aku memulai menulis surat ini di leptop kecilku. Selamat membaca surat ini Kak Abu sayang.
Inilah skenario kisah cinta kita yang telah Allah lukiskan pada kanvas sucinya.
Di suatu malam yang hening, aku masih terjaga. Entah apa yang sedang aku pikirkan. Malam itu, 17 Maret 2015, aku iseng membuka akun facebook kakak. Tak sengaja, aku teringat bahwa kakak pernah bercerita tentang  kisah cinta kita yang berawal dari kata “amin” ku pada sebuah status yang kakak buat untuk mengenang Pak Rukin Firda, seorang wartawan Jawa Pos yang telah berpulang ke rahmatullah. Beliau juga menjadi seorang guru literasi di kampus PPG Unesa Lidah Wetan, Surabaya kala itu.
Rasa ingin tahuku  yang semakin membuncah tentang status itu membuatku tak merasa lelah walau harus bongkar-bongkar status kakak tahun lalu. Seingatku, status itu ditulis sekitar awal PPL. Status demi status kubaca dengan teliti, namun tak kunjung aku temukan status yang kakak maksud itu. Maksud hati sudah lelah, tetapi hati ini tidak ingin menyerah demi menemukan status yang kuanggap penting itu dan Alhamdulillah, akhirnya aku menemukannya. Kubaca dengan teliti status yang kakak buat di facebook itu dalam sebuah catatan baru yang berjudul “Kenang-kenangan” Pak Rukin Firda untuk rekan-rekan PPG Unesa. Aku sangat terharu, sempat sesak dadaku dengan status itu. Tersadar olehku bahwa status itu sudah kian lama kakak tulis. Ya status itu, 3 Agustus 2014 pukul 2.58 dini hari dan disukai oleh 15 orang termasuk aku. Dan satu hal yang teramat sangat istimewa yaitu sebuah komentar satu-satunya yang berbunyi” “amiiin ya Robbal Alamiin.” Tak lain dan tak bukan komentar itu berasal dari akun facebookku sendiri, ialah Okiname Shantyshardy. Sebuah komentar yang menurul ayalku hanya biasa saja, akan tetapi bagi kakak komentar itu teramat sangat istimewa. Aminku menggetarkan hatimu, Aminku bak panah asmara yang menusuk relung hatimu, perlahan tapi pasti dan kaupun tergetar untuk mencari siapa sosok Okiname Shantyshardy.
Tak pelak, getaran hatimu itu memunculkan keberanian yang menggelora untuk segera mencari tahu tentangku dari seorang sahabat yang engkau percaya. Ialah Bang Karlo, seseorang yang kau anggap tepat dan terpercaya untuk memberitahukan siapa aku. Dan kaupun benar, ia teman se-prodiku, dan pasti dia mengetahui semua tentang aku. Hari demi hari tak kau lewatkan begitu saja tanpa mengamatiku, dank au dapati aku sebagai seorang gadis yang sholehah. Kaupun sering bertemu denganku untuk sholat berjamaah di masjid Unesa.
Tetapi, entah mengapa bayangan tentang sosok aku tiba-tiba hilang dari anganmu. Hingga suatu saat Allah pun menunjukkan mukjizatnya. Kala itu, engkau minta pin bb ku dari seorang temanmu yang bernama Kak Polce. Ialah Kak Polce guru voliku saat masih workshop, dan aku semakin akrab dengannya setelah berpetualang ke Bromo kala November 2014. Berawal dari pin bb, hubungan pertemanan kita  semakin akrab. Aku semakin nyaman berteman denganmu, Albert Einstein.
Hari demi hari berlalu terlampau cepat bagaikan goyangan api yang melahap habis kayu bakar tanpa sisa. Secepat itukah kita akan meninggalkan kampus Unesa Lidah Wetan tempat kita bertemu dulu. Ialah satu purnama lagi aku akan mengantarkanmu ke bandara Juanda. Rasanya baru kemarin aku mengenalmu dan sebantar lagi kau akan meninggalkanku terlampau jauh untuk berjumpa sua dengan keluargamu di sana. Dan Kamis itu (29 Januari 2015) tepat dua hari sebelum Ujian Tulis Nasional dilaksanakan, kau berada di Makam Sunan Ampel seraya berdoa bersama teman-temanmu. Doa penuh harap, dan aku pun menitip untaian doa padamu agar kita semua lulus UTN. Namun, ada satu hal yang engkau khawatirkan, engkau belum menyiapkan jas almamater untuk UTN. Engkau minta tolong kepadaku untuk meminjamkannya karena jas almamatermu sudah kau bawa pulang kala itu. Tanpa pikir panjang, aku segera meminjamkannya, dan Alhamdulillah aku mendapatkannya dari mahasiswa regular S1 samping kamar asramaku. Saat UTN, kaupun mngenakannya dengan gagah. Aku melihatmu dari jauh, aku tak berani berjabat tangan denganmu kak. Kebetulan lokasi UTN prodi kita sama yaitu di Kampus Unesa Ketintang. Dalam hatiku aku berdoa semoga kita semua lulus UTN, amiin.
Detik-detik pengumuman kelulusan UTN pun tiba. Suasana mencekang, menegangkan, dan mengharukan mewarnai penantian itu. Ialah hari Selasa, 3 Februari 2015 hasil UTN resmi diumumkan. Namun sayang, masih ada 30 peserta yang belum lulus. Aku tak menyangka, kakak juga termasuk 30 peserta itu. Saat  itu aku hendak mengambil jas almamater yang kakak pinjam. Aku bertemu denganmu di lantai dasar Asput Unesa saat kakak tengah belajar bersama teman-teman Geografi. Kita sempat berbincang sebentar, akan tetapi aku takut mengganggumu yang tengah sibuk belajar, dan aku pun berpamitan kembali ke kamarku.
Keesokan harinya, aku memutuskan untuk pulang ke Jombang karena ingin mengurus Kartu Keluarga milikku yang masih salah sekalian membuat KTP untuk adikku. Hari Jumat, aku kembali ke asrama karena esok harinya, Sabtu 7 Februari 2015 UTN ulang dilaksanakan. Saat UTN ulang, aku juga bertemu denganmu. Aku bersalaman dan memberi semangat kepadamu. Namun, aku masih belum sadar kalau kakak menyimpan rasa itu sendiri tanpa ingin memberitahuku kala itu. Mungkin engkau khawatir jika aku tidak akan membalas rasa itu. Pandanganmu begitu tajam padaku, dan aku tak sanggup mengukur kedalam rasa itu walau dengan alat canggih sekalipun. Namun, aku berusaha menepis rasa itu dengan sikap cuek dan seakan tak mau tahu. Betapa tak sadarnya diriku akan datangnya cinta yang jelas-jelas di depan mataku. Tak sadarkah aku dengan seseorang yang teramat mencintaiku datang untuk memberikan cintanya hanya untukku seorang. Allah, ampunilah hambamu yang masih tak sadar ini. Ampunilah hambamu yang masih mengejar sesuatu yang mungkin dan mengabaikan sesuatu yang pasti dan jelas ada di depan mata. Astahgfirullahal adzim. Seusai menunggu teman-teman yang UTN ulang, aku pun memutuskan untuk pulang ke Jombang selama seminggu. Dan aku kembali ke asrama di hari Jumat, 13 Februari 2015 karena keesokan harinya mbak Yunik dan mbak Dwi menghadapi UTN ulang II.
Sehari usai UTN ulang  II dilaksanakan, ialah hari Minggu, aku pun berangkat ke Malang bersama mbak Yunik dan Mbak Anti untuk bertemu dengan teman-teman Jogja (UNY) di hotel Wonderland, Batu. Aku mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan kakak. Malam itu, kakak pasang dp ‘tipe-tipe jilbab syar’i. Ada lima tipe jilbab syar’i.  Aku yang notabene suka tebar pesona, sok kenal, sok dekat, dan ingin diperhatikan pun segera tanya ke kakak. Kakak, kalau aku tipe jilbab yang nomer berapa kak?” “Kalau ndak nomer 1 ya nomer 4 mbak.” Dan anehnya, ketika aku tanya lagi, kalau mbak Yunik tipe jilbab nomer berapa kak?” tanyaku penasaran. “Tidak tahu mbak.” Dari situ, aku merasa terjadi sesuatu dengan kakak. Tapi, aku mencoba menepis rasa itu lagi karena dugaanku ini belum tentu benar. Dan aku pun cuek saja. Sebenarnya, itu salah satu indikator bahwa kakak ada rasa sama aku, tapi akunya yang lola (loading lambat).
Senin sore sekitar pukul 16.00, aku bersama mbak Yunik dan mbak Yenny sampai di asrama. Malam harinya terdengar kabar baik bahwa mereka berdua sudah lulus. Alhamdulillah. Aku seneng banget, dua sahabat baikku sudah lulus UTN. Dan hari selasa sore menjadi saksi kencan pertama kita. Sebenarnya itu bukan kencan, itu hanya makan bakso bareng saja. Sebenarnya rencana kakak ingin mengajakku ke bakso kembang kesukaan kakak, akan tetapi selasa sore itu hujan lebat mengguyur Surabaya yang semula cerah merona sontak berubah menjadi dingin sedingin salju di kutub utara. Alhasil,  kita baru mencari bakso setelah sholat Isyak berjamaah di masjid Unesa. Mungkin sekitar jam 20.00, aku berdandan cantik mengenakan celana jeans biru, kaos merah, rompi biru dan juga kerudung kuning. Tak lupa minyak wangi aku semprotkan banyak-banyak. Aku mengeluarkan motorku dan menghampiri kakak di depan asrama putra. Sayangnya, lampu motorku tiba-tiba mati dan kita hampir jatuh saat kakak memboncengku di samping asrama putra.  Dan aku merasa bahwa kakak grogi ketika bonceng aku saat itu. Motor pun dimatikan. Dengan langkah seribu, kakak ,menaruh motorku di asrama putra dan meminjam motor vario hitam milik mas Anton. Dan kita pun pergi cari bakso. Ialah bakso palapa di Lidah Kulon karena bakso kembang sudah tutup. Tak apalah, bagiku sama saja bakso di manapun. Di sana, kakak banyak bercerita dan aku banyak mendengar. Sepertinya obrolan kakak teramat serius. Tapi sayangnya, musik dari sound system teramat keras sehingga aku merasa tidak terlalu nyaman di sana. Satu hal yang aku simpulkan dari obrolan itu bahwasanya kakak teramat memperhatikan aku dengan tatapan tajam setajam mata panah, dan aku tak bisa berkedip sedetikpun dari pandangan kakak. Sepulang dari bakso Palapa, kakak juga mengajakku ke Taman Bungkul. Tapi sayangnya keesokan harinya aku harus pulang untuk mengurus Kartu Keluarga yang masih terbengkalai dan belum selesai juga. Maafin aku ya kak...
Rabu itu, aku pulang sambil membawa barang-barang dan naik motor. Sepanjang perjalanan menuju rumah, pikiranku penuh akan bayang-bayangmu. Entah mengapa? Aku bertanya-tanya dalam hati. Terbayang olehku bahwa kakak menyimpan rasa cinta untukku. Aku serasa tak siap menerima angin surga darimu. Seminggu di rumah pikiranku kacau. Aku khawatir kalau kakak benar-benar suka sama aku karena virus tebar pesonaku yang teramat menancap di benak kakak. Virus itu mungkin sangat susah untuk dimusnahkan kecuali dengan adanya pertemuan. Aku semakin merasa bersalah karena virus yang aku ciptakan sendiri itu. Ampuni aku ya Allah. Seminggu kemudian, selasa 24 Februari 2015 aku kembali ke Surabaya. Dan Malam harinya, Bang Karlo menemui aku di asrama putri . Dia menyampaikan isi hati kakak. Di situ aku merasa sangat bimbang, aku sadar bahwa apa yang aku rasakan itu benar. Kakak suka sama aku. Kakak juga mengirim wa ke aku. Akan tetapi, aku tak sanggup untuk membalasnya. Aku takut salah. Aku takut menyakiti hatimu dikala cinta itu belum datang padaku. Aku tidak ingin memberi harapan palsu padamu. Saat itu, aku masih dekat dengan Bli Perak dan Mas Tio. Ialah mas Tio, temanku SMP SMA yang setia mendengarkan curhatku walaupun dia jarang telpon. Dia anak pelayaran dan bekerja di Perak.
Hatiku semakin tak karuan, tercengang, ingin kabur dari kenyataan. Aku serasa tak siap menghadapi kondisi ini. Aku harus bagaimana Tuhan? Malam itu, aku sempatkan untuk sholat Istiqoroh meminta petunjuk pada Sang Ilahi. Dan aku tak bisa tidur sampai subuh tiba. Aku memikirkan jarak Manggarai-Jombang yang terlampau jauh menurutku. Dan aku tak akan sanggup jauh dari orang tua, ia aku anak manja yang masih suka bergantung pada orang tuaku. Dan Rabu, sepulang gladi bersih yudisium PPG, entah mengapa kita bertemu lagi. Aku melihatmu menuju PPG dengan baju biru dongker yang kau kenakan seraya berucap,” mbak, sms saya kok tidak dibalas?” dan aku hanya bisa menjawab,” hehe... ntar ya kak, aku masih belum sempat buka hape, ntar pasti aku balas kak, ok.” (dengan sikap menunduk dan tak berani menatap wajah kakak yang terlalu baik itu). Aku tak sanggup menyakitimu. Aku tak tahu harus menjawab apa. Seakan cinta ini datangnya terlalu mendadak. Aku tak siap dengan semua ini. Tuhan, berikanlah petunjuk pada hambamu yang sedang galau iniL
Kamis itu, ialah kamis yang istimewa. 26 Februari 2015 menjadi saksi yudisium peserta PPG Unesa di lantai 9 Gedung P3G Unesa. Acara demi acara berjalan lancar. Istimewanya, namaku menjadi salah satu mahasiswa terbaik dari prodi bahasa Inggris. Aku sangat senang. Selesai acara, aku foto-foto. Kala itu, sebenarnya aku tak berani untuk mengajak foto dengan kakak, begitu juga sebaliknya. Aku masih tak berani memandang wajah kakak. Walau terkesan bahagia di luar, tapi aku merasa sedih, aku takut menyakiti hatimu. Siang hari itu, kita juga bertemu di depan gedung PPG, kala itu aku ingin mengambil legalisir sertifikat. Aku dan mbak Yunik bersalaman dengan kakak. Akan tetapi, aku masih tidak sanggup menatap wajahmu, aku dihinggapi rasa bersalah, otakku dipenuhi oleh tagihan jawaban yang belum juga aku berikan atas pertanyaan isi hatimu itu. Aku galau.
Dan kamis malam itu, adalah malam terakhir kakak di asrama, karena esok harinya kakak akan pulang ke kampung halaman. Malam itu aku sengaja kabur dari kenyataan, aku menyibukkan diri dengan mengantar Kak Mely ke optik, minum kopi di danau dan singgah di rumah kayu depan asrama putra. Aku tak menyangka, aku bertemu dengan kakak yang lagi naik sepeda motor entah kakak mau kemana. Kakak berhenti sejenak sekedar tanya kabarku. Setelah itu, aku ketemu Kak Polce dan Kak Fred untuk sekedar perpisahan sebelum mereka pulang. Aku dan kak Mely pun kembali ke asrama. Aku sempat telfon sebantar dengan Mas Tio, temanku dan ingin sambung lagi sebentar. Namun, kenyataan berbicara lain. Setelah memindahkan foto ke flasdisknya Kak Mely, aku hendak mengembalikan flasdisk di kamarnya, akan tetapi dia tak berada di kamar. Salah seorang temanku bilang kalau Kak Mely ada di lantai 1. Aku pun segera turun tanpa membawa hape satupun. Aku meninggalkan hapeku di kamar. Kagetnya, ketika aku turun, aku bertemu dengan kakak. Kakak membawa sepeda motor dan sepertinya tengah menunggu seseorang. Aku cuek saja setelah memberikan flasdisk ke Kak Mely, aku ingin nonton TV di pos satpam. Tetapi, Kak Mely bilang kalau Kakak ingin bertemu aku. Dan kita jalan. Kita ke danau untuk sekedar ngopi bareng. Kakak ingin berbicara sesuatu yang serius di sana, tapi sayang saat “milonya” disajikan, hujan deras turun. Dan kita terpaksa pulang. Kita singgah di rumah kayu depan asrama putra.
Di situ, kakak menyampaikan isi hati kakak. Kakak serius cinta sama aku dan ingin menikah denganku. Kakak pun sanggup untuk menungguku 2, 3, tahun lagi. Kakak berusaha meyakinkanku bahwa di Manggarai banyak orang jawa. Dan aku pun tak perlu takut. Akan tetapi, aku serasa tak sanggup dengan hal ini. Kutundukkan wajahku, tak anggup aku melihat wajahmu. Aku takut jatuh cinta padamu. Aku belum siap dengan segala konsekuensi jika aku memilihmu menjadi pendamping hidupku. Aku belum sanggup memberikan jawaban itu.
Aku bilang kalau aku sudah punya pacar namanya Mas Tio, dan dia bekerja di Perak. Padahal dia cuma temanku dan kami juga belum ada komitmen. Astahgfirullahal adzim. Maafkan aku kak. Aku hanya tak ingin memberikan harapan palsu, kalaupun aku cinta sementara orang tuaku tidak setuju, ini akan sangat menyakitkan hatiku. Aku belum mampu bercerita apapun kepada mereka. Aku menyimpannya sendiri. Jam 23.00, kau mengantarkanku pulang ke depan asrama putri. Dan kau berharap bahwa besok pagi aku bisa ikut mengantakanmu ke bandara Juanda dengan boncengan mas Didin. Saat itu kepalaku pusing berat dan badanku panas tapi aku berusaha untuk bersikap baik-baik saja. Aku packing barang-barangku ke koper. Aku capek dan baru bisa tidur jam 01.00 dini hari di kamar mbak Dwi, karena sebelumnya aku sudah janji akan tidur di situ, dia sendiri. Aku juga berusaha menyalakan alarm hapeku pukul 03.00 pagi. Dan Kakak membangunkanku setengah jam kemudian. Itu kali pertama kakak telpon aku. Masih teringat olehku, telpon pertama yang mengesankan itu. Kakak berusaha membangunkanku. Aku segera siap-siap ke lantai bawah. Aku bertemu mbak Mifta yang juga mau ke bandra. Aku berangkat ke asrama putra bersama mbak Mifta. Kita bertemu di situ, kita berangkat berlima dengan tiga motor dan segera berangkat menuju bandara. Dingin tak tertahankan, aku dengan jaket unguku tak mampu menahan angin yang terlampu kencang berhembus menusuk tulangku ini. Semua ini kulakukan  demi mengantar kakak ke bandara. Aku juga belum sempat sarapan.
Di bandara itu adalah 27 Februari 2015. Aku masih tak sanggup menatap wajah kakak. Semakin aku menjauh, rasa itu semakin muncul. Tatapanmu bagai busur panah yang menembus jantungku, walau aku sudah pakai tameng besi, panah itu masih menembus jantungku. Hingga benih-benih cinta mulai muncul. Saat pulang dari bandara, pikiranku masih saja dipenuhi oleh rasa itu. Tiba di asrama, badanku sangat lemas dan pusing karena sedang halangan dan belum sempat sarapan. Kusempatkan makan walaupun hanya sesuap nasi dan aku pun terkapar di dipan kamarku. Tiga jam kemudian, aku baru bangun. Ialah jam 12.00, aku makan siang kemudian tidur lagi.Keesokan harinya aku baru check out dari asrama. Tepat pukul 09.00, hari Sabtu, 28 Februari 2015. Aku bergegas ke Mojokerto untuk menghadiri pernikahan Miss Ine. Dengan motor shogun merahku, aku pun pulang sambil membawa dua tas jinjing, satu tas ransel  dan beberapa tas kresek di samping kanan kiri motorku. Perlahan tapi pasti aku membawa motorku ke Mojokerto bersama mbak Ninik, kita naik motor sendiri-sendiri sambil membawa barang masing-masing. Lelah, capek, bercampur jadi satu. Alhamdulillah aku sampai di Mojokerto dengan selamat. Aku menghadiri pesta pernikahan Miss Ine. Sorenya mengantar Mbak Yunik ke Terminal Kertajaya Mojokerto karena mbak Yunik mau ke Nganjuk. Dan aku pulang bersama mbak Ninik jam 18.00 malam dari Mojokerto. Alhamdulillah jam 19.30 aku sampai di rumah dengan selamat.
Beberapa hari di rumah, aku tak merasa tenang. Aku tak tau harus bercerita pada siapa tentang isi hatiku yang semakin membuncah ini. Ibarat gunung yang mau meletus. Dan hari Rabu, 4 Maret 2015, aku memutuskan untuk mengunjungi mbak Yunik di Nganjuk dan pulang di hari Jumat. Sedikit terasa lega aku berjumpa dan bercerita pada mbak Yunik tentang apa yang kurasa ini. Namun ketika pulang, rasa ini muncul lagi. Di hari Minggunya, aku ada acara ruwatan di rumah (sebuah acara adat jawa). Sore harinya, aku bercerita pada Ibu tentang teman laki-laki yang dekat denganku kala PPG, dan aku menceritakan tentangmu. Respon orang tuaku berbeda seratus delapan puluh derajat dengan apa yang aku bayangkan. Tanggapan mereka positif. Inikah rencana indah Allah, tanyaku dalam hati kecilku sambil tersenyum malu. Aku pun sering wa-an denganmu bahkan juga telpon. Dan kaupun semakin meyakinkanku bahwa kau benar-benar mencintaiku dan ingin menikah denganku. Malam itu, malam yang bersejarah bagiku, dan bagimu. Ialah Rabu, 11 Maret 2015 bak supersemar. Engkau dengan berani menyatakan maksud baikmu itu kepada keluargaku, yang diwakili oleh Pakdheku sebagai juru bicara keluargaku. Aku terharu dengan keberanianmu itu. Dan sejak saat itu aku semakin yakin bahwa engkaulah jodoh yang Allah kirimkan untukku. Engkaulah jawaban dari setiap doaku pada setiap sholatku. Allah menjawab doaku dan doamu kala kita sering sholat berjamaah di masjid Unesa. Dan aku tanpa ragu memasang depe bbm dengan foto kita saat di bandara dengan status baru “dan Kamulah Takdirku.” Aku takkan pernah peduli apa pandangan orang lain tentangku. Insya Allah, aku yakin dengan pilihanku ini, dan aku memilihmu menjadi calon imamku sayang. Aku mencintaimu karena Allah.
Dari depe bbmku, kau pun memasang depe yang sama di bbmmu. Hingga depeku tersebar di grup wa ppg unesa angkatan kedua, wa kelas bahasa inggris, juga wa suara cinta terbaru. Aku tak peduli tentang hal itu. Inilah keputusanku dan aku harus siap dengan segala konsekuensi seperti itu. Beberapa  hari setelah malam bersejarah itu, engkau pun disibukkan dengan verval data ke Labuan Bajo. Aku selalu mendoakanmu sayang semoga segala urusanmu dimudahkan oleh Allah. Dan apa yang kau janjikan untuk menelpon keluargaku telah tiba. Malam bersejarah kedua. Ialah Selasa, 17 Maret 2015. Seusai mengajar les anak-anak. Aku pun menghubungimu seraya memberi kabar kalau aku sudah free. Aku sholat Isyak sejenak. Setelah itu, engkau menelpon keluargaku melalui ayahmu dan di pihak keluargaku ada Pakdheku, ayah dan Ibuku. Aku pun juga berbicara dengan ayahmu. Nerves, deg-degan, dan speechless hampir aku tak tau harus berbicara apa. Hanyalah satu kata yang pasti kuucapkan”Alhamdulillah, terima kasih ya Allah Engkau telah mempertemukan aku dengan pria yang sholeh dan mencintaiku apa adanya.” Aku mencintamu Kak Abu sayang. Dan kabar yang paling istimewa adalah Engkau dan keluargamu akan melamarku ke Jawa pada bulan Mei 2015. Insya Allah sayang, Allah akan memudahkan segala urusan kita. Amiiin. Sekian dulu surat dariku.
Aku menunggu kedatanganmu dan keluargamu di Jawa sayang. Semoga Allah senantiasa melindungiku dan keluargaku, memanjangkan umurku dan keluargaku, , melindungimu dan keluargamu, memanjangkan umurmu dan keluargamu, melancarkan rejeki kita, dan menjadikan kita berjodoh. Amiiin Ya Robbal Alamin. Sampaikan salamkku kepada keluargamu tercinta di Manggarai Barat. Aku sangat mencintai dan merindukanmu.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Jombang, 23 Maret 2015
Santi, S.Pd., Gr. 

Dikirim di warnet Bonnet, Kabuh-Jombang at 19.00 WIB hari Senin, 23 Maret 2015









 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar